Sabtu, 19 November 2011

Belajar Arti Hidup dari JUGUN IANFU (Wanita Penghibur)


"Saya hanya barang mainan. Sebagai manusia, saya tidak punya arti. Begitulah rasanya di jaman Jepang - Niyem (kelahiran 1933), Yogyakarta. 

Membaca kalimat ini, saya ataupun mungkin anda pasti terhenyak dan mau tak mau mencoba membayangkan seperti apa rasanya hidup di masa lalu. Pernyataan getir itu terungkap lewat sebuah teks foto dari Hilde Janssen dalam pameran "Comfort Women" (JUGUN IANFU), karya fotografer asal Belanda bernama Jan Banning,  yang digelar CCCL Surabaya, 17 November hingga 2 Desember.

Anda tahu JUGUN IANFU?? Merujuk dari wikipedia, JUGUN IANFU adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kaum perempuan yang dipaksa terlibat dalam perbudakan seks BRUTAL selama Perang Dunia II di koloni Jepang dan wilayah perang dimana Indonesia adalah salah satunya. JUGUN IANFU adalah bentuk kejahatan perang. Diperkirakan, ratusan ribu perempuan Asia berusia belia hingga dewasa diculik, diperkosa, dan akhirnya dipekerjakan sebagai budak seks untuk melayani tentara Jepang.

Bersama "Seseorang" (yang spesial tentunya), saya menyusuri ruang CCCL dan menyaksikan potret demi potret para perempuan di masa itu. Hampir semua memperlihatkan tatapan penuh kesedihan walaupun saya yakin mereka tak pernah berhenti berjuang dalam hidup. Mau tak mau, saya pun jadi sedikit membandingkan
dengan masa sekarang.

Jaman sekarang, sebagian perempuan berlomba-lomba untuk menjadi cantik dan terkadang rela menghalalkan segala cara hanya untuk menuai pujian (secara fisik tentunya). Tapi di era itu, cantik bukanlah pilihan yang menarik.

Seperti yang diungkapkan oleh Emah, perempuan kelahiran 1926 asal Kuningan yang harus melayani nafsu birahi lebih dari 10 tentara Jepang. Buat Emah, obsesi menjadi cantik di masa itu bukanlah impiannya.

"Saya ingin kelihatan jelek," ujar Emah. "Karena yang jelek mereka tidak mau dan langsung ditinggalkan. Sementara yang cantik harus tinggal."

Ironis bukan?

Lantas bagaimana nasib mereka sesudah era penjajahan Jepang berakhir? Lebih baik?? Jawabannya adalah tergantung nasib dan mukjizat dari Yang Maha Kuasa.

Kenyataan memang pahit. Ketika mereka usai menjadi JUGUN IANFU, yang namanya label "Barang Bekas Jepang" pasti melekat bahkan ketika mereka telah berusia lanjut. Tapi tahukah anda, Paini, Rosa, Kasinem, Mardiyah dan para perempuan lainnya tak pernah menyerah meski masa kelam itu bukan hal yang mudah untuk dilupakan atau bahkan direlakan.

Menyimak kehidupan mereka, saya seperti diajarkan untuk lebih LEGOWO (Berbesar hati) dan tentu saja belajar memahami tanpa harus menghakimi. Melihat mata indah mereka yang dibalut luka, kesedihan, kemarahan dan harapan, membuat saya terpukau dengan hidup. Seperti kata Channing Tatum di film "The Vow" yang kemudian saya kembangkan lagi: "Life is about all of moments that change our life for good or bad".

Met pagi dan marilah menjalani hidup dengan senyuman dari hati...

Berikut ini video "I Was Here" dari Beyonce Knowles (coba dengarkan liriknya..it's so emotional...)
 

5 komentar:

Unknown mengatakan...

ya Allah ngenes deeh :'( dulu waktu SMA guru sejarahku juga pernah jelasin tentang ini. alhamdulillah aku tidak hidup di masa itu..

arya.poetra mengatakan...

Huuufft.. Sedih bacanya.
Begitu tidak berartinya perasaan mereka di mata Penjajah Jepang saat itu.

Juga, kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi wanita, bahwa kecantikan (khusus fisik) bukanlah segalanya.. Karena terkadang, ada orang yang menilainya sebagai pemuas hasrat belaka, bukan sebagai sesuatu yang dihargai..

Pun bagi pria, pintar-pintarlah kami tuk lebih menghargai wanita, bukan karena fisiknya semata..

Postingan yang menggugah Nurani. Bersyukur bisa mampir ke sini. :)

socafahreza's blog mengatakan...

wah memang susah hidup di jaman jepang..
ditunngu nih follbacknya :)

Annisa Reswara mengatakan...

Saya....
speechless.
saya nggak tau mau komen apa mbak. Menjadi pelacur bukan karena keinginannya sendiri. Kemudian dengan rela menerima kehidupan seperti itu.
saya bener2 nggak ngerti harus komen apa, mbak :(

Melihat Dengan Hati mengatakan...

Syifa: mari kita selalu bersyukur dengan hidup yang kita jalani


Mas Arya Poetra: makasih buat visitnya..amin..semoga kita selalu sadar dengan segala sikap, perkataan dan perbuatan...

socafahreza: makasih udah berkunjung, pasti saya mampir..

@Ratri: waduh kamu sampai speechless..maap ya..ini sekedar renungan agar kita lebih kuat, lebih bersyukur dan lebih berusaha..