Senin, 29 April 2013

Menulis Untukmu yang Terakhir Kali (Maaf)

Lama saya gak ngeblog atau bisa dikatakan curhat colongan di blog ini. Tapi mungkin ini saatnya saya nulis sesuatu yang mungkin gak berarti buat orang lain tapi setidaknya berarti buat saya.

Suatu hari, saya jatuh cinta pada seseorang. Dan saat itu saya berjanji untuk mencintainya satu paket lengkap dengan kebaikan dan keburukan yang dia punya. Dan saya berharap dia juga menerima saya apa adanya.

Tapi seiring berjalannya waktu, pria itu pergi. Meninggalkan saya dan mengambil apa yang paling berarti buat saya. Kesedihan dan rasa bersalah karena gagal itu saya sembunyikan dalam bentuk kemarahan. Menjadi keras, bahkan seperti kata dosen saya, "Memilih untuk memusuhi banyak orang", "Menjauh" dan akhirnya "Menutup diri".

Dan setelah beberapa kali mencoba membuka diri, jatuh bangun (dangdut banget ya), serta ngerasain badai yang rasanya gak pernah berakhir. Saya belum bisa melupakan rasa sakitnya, saya memaafkan dia, tapi saya tidak bisa memaafkan diri saya. Tepat di usia 22 tahun, saya membuat kesalahan karena merelakan diri saya yang naif untuk berjuang atas cinta.

Orang bijak bilang, luka akan sembuh seiring berjalannya waktu. Tapi karena pria itu mengambil sesuatu yang berharga. Yang satu-satunya saya miliki, akhirnya saya gak bisa lupa. Betapa bodoh dan tololnya saya, karena saya terlalu sensitif dan merasa paling benar. Bahwa saya merasa pasti bisa mendapatkan hatinya. Dan ketika gagal, saya menyakiti diri saya dengan tidak mau merelakan. Tidak mau melepaskan dan akhirnya menyimpan luka itu sendirian sampai sekarang.

Akhirnya, saya kembali membuat kesalahan dan kemudian saya berharap diterima apa adanya? Bah itu namanya pembelaan diri. Kalau salah ya salah, kalau akhirnya dimusuhi, dijauhi atau hubungan itu berakhir ya harus terima konsekuensinya.

Senin, 29 April 2013, saya yang gak belajar dari kesalahan. Yang manja dan berharap diterima, akhirnya membuat kesalahan fatal. Saya menyakiti perasaan seseorang yang selama ini sudah belajar menerima saya. Saya terlalu mencintainya, ketakutan dan akhirnya membuat kesalahan besar.

Karena itu, saya minta maaf. Saya salah karena tidak percaya dan selalu bersikap menyudutkan. Dan saya menulis ini karena saya tidak bisa mengungkapkan secara lisan. Karena bukan cuma anda yang tersakiti, saya juga ngerasa hancur karena menyakiti anda. Sekali lagi maaf.

Saya mungkin gak bisa janjiin apa-apa, selain berusaha supaya gak melakukan kesalahan tolol itu lagi. Terima kasih atas waktunya selama ini, mungkin semua cinta itu saya gak pantas mendapatkannya. Karena saya masih gadis 22 tahun yang menyimpan lukanya sendirian.

Selasa, 11 September 2012

Mencoba

Tahukah kamu, saya bukan batu, bukan pula benda yang kalau dibanting tidak hancur ataupun tergores
Saya tahu saya berlebihan. Tapi saya punya hati, saya peduli dengan perasaan saya, perasaan kamu

Dengan begitu banyak rasa kehilangan dan kenyataan bahwa saya tidak pernah dipilih, saya memilih untuk berhati-hati, bahkan mungkin memperlakukanmu dengan hati-hati, hingga saya lupa menjadi diri saya sendiri

Saya terlalu panik, saya terlalu peduli dan saya terlalu sayang sama kamu
Saya terlalu mengagumimu dan karenanya jadi lupa kalau kamu punya kelemahan
Dan begitu kelemahan itu muncul, saya terluka, karena apa?? Karena segala sesuatu yang tidak saya harapkan terjadi, malah kamu lakukan...

Haruskah saya menyerah?? Haruskah saya mengadu kalau saya kelelahan? Kalau saya kehabisan nafas??

Dan ketika suara tak bisa didengar, atau bibir tak bisa bicara, maka cuma aksara yang bisa melukiskan perasaan saya. Bahwa saya terluka. Bahwa ketika kamu membiarkan saya menunggu dalam kesunyian membuat saya terus mempertanyakan arti keberadaan saya. Bukan hanya di mata kamu, tapi di mata dunia

Siapakah saya? Bergunakah saya?? Berartikah saya?

Lantas setelah semua tangisan dan tanya yang nggak bisa saya jawab sendiri, apa yang terjadi? Apa yang harus saya lakukan??

Mungkin sebaiknya saya jujur sama kamu, bahwa sebenarnya saya merasa bodoh..Merasa tak pantas buat kamu...

Rabu, 05 September 2012

Melantai Tapi Bukan Dansa





Kali ini saya entah kenapa pengen nulis tentang melantai. Bukan dansa tentu saja. Tapi benar-benar berbaring di lantai. Diam sejenak, memejamkan mata kalau bisa atau sekedar menikmati sensasi dinginnya lantai ubin.

Tapi kebiasaan melantai yang sudah agak lama saya tinggalkan, mengingat tempat tidur saya lebih luas, kini seolah menggoda untuk dilakukan kembali. Intinya saya sedang sesak nafas, gerah, serba gak karuan dan satu-satunya solusi yang mungkin hanyalah me-lantai. Dan ini membuat saya mengingat sosok yang membuat saya jadi kangen melantai (sekali lagi ini bukan dansa)..:)

Dan semua dimulai hampir tiga tahun lalu. Ketika saya masih di Pulau Bangka. Saat itu, saya punya junior penuh semangat yang magang di kantor lawas saya. Namanya Acha (nama lengkapnya Ellyzar Putri Bantara) dan doi tipikal cewek yang rasanya punya semangat gede untuk banyak hal.

Dan suatu hari dia menulis note di Facebook tentang "Me-lantai". Tentang sensasi adem kala dia berbaring di lantai di saat penatnya si Acha menjalani hidup. Dan jujur saya suka gaya nulisnya Acha. Tenang dan tidak menghakimi. Hanya bertutur tanpa menuntut.

Seperti ini sepenggal tulisannya:
Pernah tidak merasa lelah menjadi manusia?
maksud saya. rutinintasnya. interaksi sosialnya. tanggungjawabnya.

ketika dalam satu tubuh dituntut menjadi beberapa fungsi yang terkadang bertabrakan, bayangkan saja (ini sekedar khayalan saya saja loh..)
seorang ibu yang punya anak 10..tidak memiliki pembantu..dan bekerja sebagai wartawan..
atau
seorang bapak dengan gaji pas pasan cuma punya penyakit bawaan yaitu gemar belanja barang elektronik..
atau
seorang mahasiswa yang dikejar skripsi dan tugas..dikejar tuntutan orangtua untuk cepat selesai..dikejar tanggung jawab sebagai bukan ponakan biasa..dikejar naluri sebagai pacar.. *curhat gelaa :p

bayangkan saja.
diri kalian masing masing
pernahkan
rasanya lelah.
:)

tahu tidak.
saya suka lantai
*gak penting banget informasinya.

saat saya diomelin mama gara gara lupa nyiram tanaman dan ngepel teras depan (dulu entah kenapa terasa penting sekali..hehe..)
atau
saat saya kebingungan mencari alasan menghindari beberapa interaksi yang seringkali membuat saya kepikiran tentang makna 'berbeda' dan 'tidak sama' (haiah..maaf kalau bingung..maklum..saya.. :D )
atau
saat saya juga menginginkan barang yang diberikan mama kepada kakak saya :)

saya pasti akan me-lantai

gampang
cari lantai bersih.
tiduran saja.

me-lantai
seru ya
buat saya
hehehe

pada dasarnya mungkin
saya (boleh tidak ya saya menyamakan kata 'saya' dengan kata 'kalian' )
ketika kelelahan.
ketika semua harapan tidak sesuai dengan kenyataan
ketika semua kerja keras tidak sebanding dengan balasan yang diterima
lagi lagi kelelahan.

cobalah untuk me(lantai)
berhenti sejenak
bernafas sejenak
berpikir sejenak

nikmati sejenak
sensasi dingin di tubuh belakang
nikmati saja


-------------------------------------
Dan seperti itulah akhirnya, saya kembali melantai (setelah pulang kantor pastinya), karena saya sedang resah, panik, takut, sedih dan merasa sendirian walau saya sebenarnya tak benar-benar sendirian. Walaupun ada Tuhan, keluarga dan "dia" yang selalu menemani perjalanan hidup saya. Tapi tetap saja kali ini saya harus beristirahat sejenak. Saya sedang ingin libur dari berjuang dan menyenangkan banyak orang. Saya sedang benci sama diri saya. Sedang kelelahan karena terus merasa bersalah..maaf














Senin, 13 Agustus 2012

Tentang hari ini



hari ini rasanya sesak nafas
mungkin sebaiknya menghindar sebelum bom waktu itu meledak
mungkin sebaiknya menyingkir sebelum tangis itu mengalir

hari ini bukan aku yang biasa
hanya wanita yang lelah ingin bicara

hari ini bukan waktu yang tepat untuk tersenyum
hari ini cuma ada aku yang berkaca-kaca
sambil mencoba menahan diri dalam diam

maaf karena hari ini belum bisa tersenyum untukmu
karena aku tak sempurna

selamat malam semua..

Minggu, 12 Agustus 2012

Sebuah kisah di hari Minggu (Jurnal Baksos IPP 2012)


WS Rendra pernah berkata: 
Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil, lebih banyak rumah, lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika, aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"

--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Puisi ini bikin saya terenyuh, berkaca pada banyak hal dan banyak peristiwa yang wajib diambil hikmahnya. Baik atau buruk, pahit maupun manis, senang ataupun sedih. Salah satunya ketika saya dipercaya menjadi Ketua Baksos IPP (Ikatan Pemuda Peduli) 2012.

Bagi yang belum tahu, IPP merupakan komunitas alumni UNESA (terutama) dan beberapa teman di luar itu. Saya sendiri bisa gabung di sini karena "diculik" seorang pria berkacamata dengan ransel dan kameranya yang notabene spesial buat saya.

Eits tapi kita nggak akan bahas soal kisah cinta saya tetapi pengalaman pertama saya mendapat kehormatan menjadi bagian dari keluarga besar IPP yang Ramadhan tahun ini menggelar kegiatan baksos di tiga panti asuhan yakni Panti Asuhan Cahaya Insani di Kertajaya, Ulul Alba di Manukan dan Panti Anak Sang Surya di area Wiyung (monggo bagi yang ingin tahu infonya bisa googling)

Awalnya saya sempat pesimis khawatir tidak bisa maksimal sebagai ketua. Tapi berkat masukan dari teman-teman, acara ini bisa terselenggara dengan lancar. Amin..Dengan bekal semangat dan kerja keras, kami pun Alhamdulillah bisa melaksanakan baksos tepat di 12 Agustus. Singkat kata, saya berterima kasih pada semua pihak yang membantu perjalanan kami hingga sampai ke 3 panti asuhan tersebut dan berinteraksi dengan pengurus maupun anak-anaknya. Semoga lain hari kita masih diberi kesempatan untuk membantu sesama. Amin..Semangat buat teman-teman IPP :)

Dan inilah sedikit dokumentasi perjalanan kami..










"Ini bukanlah akhir tapi awal dari perjalanan"....

NB:
Makasih buat mas Yossy Hendrawan yang selalu ngasih senyum buat saya..:)

Sabtu, 04 Agustus 2012

Menunggu Pelangi Sesudah Badai



 Tadaaa akhirnya saya menulis lagi, akhirnya berkicau lagi di blog yang sudah cukup lama saya tinggalkan. Apa kabar semuanya?? Rindu nggak sama saya (hehehe sedikit narsis). Biasanya saya ingin menulis ketika lagi galau, ketika gak tahu mesti curhat sama sapa. Di saat semua orang mungkin sedang sibuk-sibuknya.

Tapi kali ini bukan tentang saya, ini tentang seseorang atau sesuatu yang pernah saya alami. Begini ceritanya. Suatu hari, seorang teman curhat sama saya, dia bilang perasaannya berdarah-darah karena seorang mantan yang tega meninggalkan dia. Teman saya itu mau nekat melakukan sesuatu asalkan si mantan itu ngerasain sakitnya sama seperti yang dirasakan teman saya.

You know what, bro. Saya pernah ngalami fase itu. Makan nggak enak, tidur nggak nyenyak, kepala pusing nggak karuan (dangdut banget ya..:P). But it's true. Rasanya seperti dihantam kesadaran bahwa orang yang kita cintai itu nggak bisa bersama kita lagi atau yang lebih buruk memilih untuk tidak bersama kita.

Waktu saya ada di fase itu, saya nangis ala bintang film India (sendirian tentu saja), bertanya-tanya apa yang salah dengan saya, kenapa saya nggak dipilih, kenapa harus perasaan saya yang dikorbankan, kenapa dan kenapa lainnya yang saya sendiri nggak bisa jawab.

Dan sesudahnya, saya marah. Saya maki2x tuh orang yang udah nyakitin saya sampai saya capek sendiri. Dan benar seperti dugaan saya. Kemarahan itu cuma menyakitkan. Bikin capek, bikin bla.bla..and the bla..

Karena ingat fase itu, saya pun meminta atau yang lebih ekstrim lagi mengancam teman saya itu untuk belajar merelakan. Karena saya nggak mau dia terus menyakiti dirinya dengan sejuta kenangan yang cuma bikin sakit. Somehow, we must let go everything that makes us angry or sad. Relakan bung, sesakit apapun.

Bagaimanapun semua orang tidak sempurna. Saya nggak akan bilang itu hal yang mudah, saya nggak akan bilang kalau saya sudah nglupain semua hal itu. Tapi saya berusaha. Karena itu bung relakan..paksakan untuk rela. Kalau nggak bisa maafin dia yang menyakitimu, setidaknya maafkanlah dirimu. Karena setelah badai, pelangi itu pasti akan ada untuk dinikmati bersama indahnya senja..Good luck..

Rabu, 16 Mei 2012

Mencoba Jujur Ternyata Salah


Mendapat teguran dari seseorang atau lebih pastinya tidak menyenangkan. Tapi bagaimanapun itu baru saja saya alami. Dan akhirnya membuat saya tersadar bahwa sebuah kesalahan besar curhat di jejaring sosial, entah tersirat atau tersurat.

Karena apa, karena justru membuat kita dihakimi. Membuat kita cuma salah, salah dan salah. Karena seharusnya, jejaring sosial itu untuk bertukar informasi bukan buat nyampah tentang kesedihan. Bukan buat mengeluh dan mengaduh yang kata sahabat saya itu adalah aktivitas paling seru buat dia dan akhirnya malah saya jadi ketularan.

Intinya adalah tak seorangpun kecuali diri sendiri yang bisa dipercaya. Saya memang gak punya wahana buat curhat ke orang lain karena saya gak mau menyusahkan orang lain. Sementara saya sendiri harus menyelesaikan masalah. Mau curhat dibilang ngeluh, mau menjelaskan malah nanti dibilang ngotot. Saya pikir saya punya hak buat curhat di Twitter dan Facebook saya. Dan ternyata itu cuma kesalahan.

Saya cuma mau bilang buat orang2x yang menilai saya, silakan anda menilai saya apa saja, mau buruk, mau baik, silakan. Tapi tahukah anda, saya peduli, saya peduli apa kata banyak orang pada saya. Itulah alasan kenapa saya dulu menutup diri. Karena saya lelah harus menyenangkan orang lain. Saya harus menuruti maunya orang lain. Sejak kecil saya dibentuk harus begini dan begitu dan ketika saya berusia 27 tahun saya juga harus dibentuk lagi. Wow...

Hari ini saya melakukan kesalahan karena bersikap jujur. Dan karena kebodohan saya, akhirnya "dia" jadi marah sama saya. Mungkin sebaiknya jujur itu harus pada tempatnya. Mungkin tak perlu berlebihan. Mungkin seperti kata Desi Anwar, if you can't say something nice so keep your mouth shut...:) (Kurang lebihnya sih begitu)

Sekali lagi maaf saya sudah curhat dan nyampah di Twitter. Mungkin lebih baik saya belajar diam, belajar kuat walau akhirnya sendirian.